Semua dimulai dengan guyonan yang beredar di media daring dan sosial media bahwa Coronavirus atau Covid-19, tak akan pernah bisa masuk Indonesia karena imunitas orang Indonesia sudah sangat maksimal.
Menurut guyonan tersebut, hal ini teruji dari berbagai keadaan yang sudah biasa terjadi di negara ini. Salah satu contohnya adalah banyaknya warung pinggir jalan yang mencuci puluhan piring dan sendoknya hanya dengan menggunakan satu ember air.
Banyak orang yang makan di tempat-tempat seperti itu, dan tak ada masalah kesehatan berarti pada orang-orang tersebut setelahnya. Hal itu, yang menurut guyonan ini, menjadi bukti bahwa orang Indonesia tak bisa terserang Covid-19.
Namun kenyataan tak seindah guyonan. Coronovirus yang dulu diyakini tak bisa masuk ke negara beriklim tropis, bermutasi hingga ia sanggup bertahan hidup.
Kasus pertama di Indonesia, muncul dari wilayah Depok. Seorang ibu berusia 64 tahun dan puterinya yang berusia 31 tahun dinyatakan positif Covid-19 setelah melalui pemeriksaan. Mereka diduga tertular setelah kontak langsung dengan seorang warga negara Jepang yang juga positif terjangkit Covid-19. Sejak saat itu, jumlah kasus baru meningkat signifikan.
Covid-19 benar-benar merubah Indonesia.
Masuknya Covid-19, merubah hampir semua lini kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Tingkat penyebaran yang masif menuntut cara pencegahan yang sesuai. Dimulai dari penerapan physical distancing, dengan membatasi kerumunan. Hal ini mengharuskan setiap orang untuk saling berjarak, guna menghindari kontak langsung.
Berjabat tangan menjadi hal yang harus dihindari untuk mencegah penyebaran. Masyarakat Indonesia yang terbiasa saling menyapa sambil berjabatan tangan, kini harus menghentikan kebiasaan tersebut sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Tempat-tempat wisata ditutup sementara. Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) yang biasanya menjadi tempat hiburan murah meriah bagi masyarakat, tempat bertemunya penjual dan pembeli hingga terjadi perputaran ekonomi, juga tempat para generasi mudah berkumpul untuk unjuk bakat, ditiadakan.
Kegiatan belajar mengajar mulai tingkat awal hingga Perguruan Tinggi, yang biasanya dilaksanakan di sekolah dan kampus, kini terpaksa dilakukan di rumah. Semua tugas dan materi pembelajaran diberikan guru dan dosen secara online (daring), bahkan kegiatan penilaian hasil belajar/kuliah dan ujian pun dilakukan dengan cara yang sama.
Kegiatan bekerja tak jauh beda, perusahaan diminta melakukan work from home (WFH). Para pekerja diminta bekerja dari rumah dengan koordinasi secara online, dan berkomunikasi menggunakan berbagai aplikasi tele-conference yang banyak tersedia. Hal ini dilakukan juga untuk menghindari terjadinya pergerakan masyarakat, yang mempercepat penyebaran Covid-19.
Di samping itu, kegiatan beribadah juga diminta untuk dilakukan di rumah masing-masing saja. Peribadatan di gereja dan pelaksanaan Sholat Jum'at ditiadakan, perayaan-perayaan hari besar yang melibatkan kerumunan masa tidak diperbolehkan. Bahkan resepsi pernikahan diminta untuk tidak dilaksanakan, meski tidak melarang pernikahan di Kantor Urusan Agama.
Semua pembatasan fisik dan sosial ini berdampak sangat besar pada segala lini kehidupan, terutama perekonomian. Adanya pembatasan jam malam yang diberlakukan di sejumlah daerah zona merah penyebaran Covid-19, menyebabkan omzet para pedagang kecil hingga menengah, menurun drastis karena berkurangnya jumlah pembeli.
Selaras dengan hal itu, para pengendara ojek online pun mengalami penurunan pendapatan. Tak Hanya itu, para event organizer dan wedding organizer minim job. Semua sektor usaha terdampak dengan adanya Covid-19.
Masih banyak lagi dampak yang ditimbulkan oleh adanya Covid-19 di Indonesia, berharap semuanya berlalu dan kita bisa kembali berkehidupan seperti sediakala.
No comments:
Post a Comment