Dari hutan bambu yang sunyi menjelma menjadi ekowisata yang tak hanya menjaga alam, tapi juga menghidupi warga dan mengangkat harkat desa.
Sumber: https://jatim.jadesta.com/atraksi/destinasi_wisata_boon_pring
Kalau kamu orang Malang dan sekitarnya, Boon Pring bukan nama yang asing terutama bagi pecinta wisata, termasuk saya dan keluarga. Tempat ini seperti sebuah hamparan kenangan yang selalu memanggil untuk kembali. Entah sudah keberapa kalinya kami berkunjung ke hutan bambu ini.
Bagi kami yang tinggal cukup jauh dari Sanankerto, perjalanan menuju Boon Pring bukan sekadar kunjungan singkat. Kami harus berangkat pagi, menembus jalanan yang mulai ramai demi tiba di sana sebelum matahari meninggi agar anak-anak puas bermain air dan kami bisa menikmati pemandangan sembari bercengkrama.
Boon Pring di Desa Sanankerto adalah contoh nyata betapa kearifan lokal, gotong royong, dan cinta pada alam bisa melahirkan wisata berkelanjutan yang tak hanya indah dipandang tapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat.
Menyusuri Lorong Bambu
Boon Pring terletak di Desa Sanankerto, Turen, sekitar 30 kilometer dari pusat kota Malang. Begitu kamu melangkah masuk, jalanan desa yang biasa saja berganti menjadi deretan bambu menjulang tinggi yang menyambut dengan kesejukan, seolah membentuk lorong hijau yang teduh.
Sumber: https://www.jatimpos.co/pariwisata/9921-desa-wisata-kampiun-penggerak-kebangkitan-ekonomi
Di tengahnya terdapat sebuah telaga luas dengan air jernih yang memantulkan bayangan bambu di sekitarnya. Saya suka berhenti sejenak di tepi telaga, memperhatikan anak-anak yang riang bermain air atau sekadar mendengar suara batang bambu yang saling beradu pelan ditiup angin.
Di saat-saat seperti itu, sering beberapa muncul pertanyaan di benak saya: bagaimana wajah asli hutan ini sebelum menjadi ramai, sejak kapan ia menjelma menjadi penggerak ekonomi warganya? Pertanyaan-pertanyaan itu seolah mengajak kita merenung tentang perjalanan waktu dan ketekunan manusia menjaga alam.
Boon Pring Kala Itu
Menurut keterangan Syamsul Arifin, Direktur BUMDes Kerto Raharjo tempat ini dulunya adalah tanah kas desa dengan luas sekitar 36,8 hektare, berupa hutan bambu yang dikelola masyarakat (kumparan.com, 24/10/2020). Di sana hanya ada hutan, rawa-rawa, dan sungai.
Sejak 2014, kawasan ini sebenarnya sudah dikelola oleh warga setempat menjadi destinasi wisata sederhana bagi warga lokal, biasanya dibuka saat libur besar seperti Idul Fitri.
Baru pada Maret 2017, BUMDes Kerto Raharjo bersama masyarakat mulai mengembangkan kawasan ini secara resmi menjadi ekowisata dengan dukungan dana desa, dengan besaran sekitar Rp 170 juta.
Pada 2022, Desa Sanankerto terpilih sebagai salah satu binaan dalam program Desa Sejahtera Astra, dengan potensi pengembangan utama di bidang wisata, kriya, dan budaya. Selain kebun bambu dan telaga yang menenangkan, warga juga memanfaatkan bambu sebagai bahan kriya, dan melestarikan aktivitas seni seperti Gejok Lesung.
Harmoni Alam, Ekonomi, dan Manusia
Menurut Sutiyo & Keshav Lall Maharjan dalam buku yang berjudul Decentralization and Rural Development in Indonesia, desentralisasi tingkat desa memungkinkan masyarakat menjadi pelaku utama dalam pembangunan daerahnya. Hal itu tampak jelas di Boon Pring, dimana pengelolaan oleh BUMDes bukan hanya soal administratif, melainkan cerminan dari kemandirian warga yang tumbuh dari akar budaya gotong royong.
Boon Pring bukan sekadar hutan bambu yang dirawat rapi. Di sini, lebih dari 100 jenis bambu tumbuh berdampingan, menopang telaga luas dan enam mata air yang tak pernah kering. Bambu-bambu itu bukan hanya peneduh, melainkan penjaga air, rumah bagi satwa, sekaligus sumber bahan kriya yang bernilai.
Namun, harmoni alam saja tidak cukup. Hadirnya BUMDes Kertoraharjo mengubah potensi itu menjadi kekuatan ekonomi. Dari omzet miliaran rupiah, puluhan warung hidup di sekitar lokasi, menyediakan makanan hingga oleh-oleh bagi pengunjung. Warga yang dahulu bertani dengan hasil pas-pasan kini punya pekerjaan baru sebagai pengelola, pedagang, pemandu, atau pengrajin kriya bambu.
Sumber: https://mojokerto.jatimtimes.com/baca/205509/20191129/063200/miliki-72-jenis-bambu-ekowisata-boon-pring-raup-miliaran-rupiah
Keputusan menjadikan Boon Pring sebagai ekowisata sejak 2017 adalah titik balik besar. Dengan dukungan dana desa, masyarakat membuktikan bahwa desa bisa mengelola potensinya sendiri tanpa merusak alam.
Hasilnya nyata: omzet mencapai Rp 2,8 miliar pada 2018 dan dilaporkan terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya hingga 5 miliar. Status desa pun meningkat menjadi desa mandiri, dan yang terpenting, bambu serta sumber air tetap terjaga. Dampak sosialnya pun terasa: warga punya pekerjaan tetap, UMKM bertumbuh, tradisi lestari, dan kebanggaan desa meningkat.
Tidak heran jika pada 2022 Sanankerto dipilih Astra sebagai salah satu Desa Sejahtera binaannya. Pengakuan ini menjadi bukti bahwa langkah kecil yang dimulai dari menanam bambu dan merawat telaga dapat menumbuhkan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Boon Pring membuktikan bahwa desa bisa bangkit tanpa kehilangan jati dirinya. Dari rimbun bambu lahir cerita tentang harmoni alam, ekonomi, dan manusia.
Setiap desir angin yang menggoyang bambu seolah berbisik bahwa kekuatan sebuah desa terletak pada kebersamaan dan cinta pada tanahnya sendiri. Dan setiap kali saya pulang dari Boon Pring, hati saya selalu terasa ringan, seolah ikut membawa pulang harmoni yang tumbuh dari desa itu.
Jika satu desa mampu mengubah wajahnya dari sunyi bambu menjadi simfoni kehidupan, bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh ratusan desa lain di Indonesia. Maka, Boon Pring bukan sekadar destinasi wisata, melainkan teladan. Ia adalah cermin tentang bagaimana alam dan manusia bisa hidup berdampingan, saling menghidupi, dan bersama-sama menorehkan harapan bagi masa depan. #APAxKBN2025
Referensi:
- Sutiyo & Keshav Lall Maharjan. (2017). Decentralization and Rural Development in Indonesia. Springer Nature.
- https://kumparan.com/tugumalang/ekowisata-boon-pring-dari-hutan-dan-rawa-rawa-disulap-menjadi-wisata-populer-1uSBRJFTKu3
- https://kumparan.com/tugumalang/jadi-percontohan-bumdes-boon-pring-capai-omzet-rp-5-miliar-1sXPLo0QO45
- https://kumparan.com/tugumalang/mengintip-114-spesies-bambu-di-arboretum-bambu-1uY1116M8vx
- https://kanaldesa.com/artikel/bumdes-kerto-raharjo-belajar-mandiri-dari-desa-sanankerto