Thursday 27 February 2014

Curhat Sedih Saya: Kabar itu Membuat Saya Bertanya

Beberapa waktu yang lalu saya denger kabar yang bikin saya bertanya, apa ini semua salah saya?

Siang itu saya rencananya mau ke pasar dengan ibu, ditengah perjalanan ibu dan saya bertemu seseorang yang berkata bahwa tetangga kami ada yang sedang kesusahan.. Dan saya jadi teringat kejadian yang kurang lebih November tahun 2012, ketika usia pernikahan saya dan suami baru empat bulan..

Saya sebenarnya sedih nulis ini tapi pasti ada pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi.. Buat saya dan siapapun itu.. Semoga sharing dibawah ini bisa kita petik hikmahnya..

Seperti biasa kegiatan pagi saya adalah berbelanja ke pasar bersama ibu. Setelah semua belanjaan yang kami butuhkan ada di tas belanja, kami bergegas pulang. Tapi belum sampai keluar pasar ternyata ada belanjaan yang lupa terbeli, kata ibu daripada kami berdua yang balik ke salah satu lapak lebih baik ibu sendiri yang kembali.

Saya dengan setengah hati mengangguk, karena menunggu tanpa tau yang ditunggu sedang apa, masih lama atau tidak itu membosankan.. Tapi ya sudahlah.. Saya menunggu sendiri.. Saat itulah seorang pemilik bedak yang juga tetangga kami yang memang saya kenal berkata,

"Ini sudah isi apa belum?" Yang dimaksud adalah saya sudah hamil atau belum. Bagi saya itu pertanyaan biasa, wajar orang bertanya.. Walaupun nadanya sedikit menyindir dan saya tidak siap saat itu dengan pertanyaan itu. Lalu saya jawab,

"Belum, Bu." Dengan senyuman lebar khas saya dan sejurus kemudian tanpa mempedulikan bagaimana perasaan saya beliau menjawab dengan seringai,

"Kok lama ya..???" Nada bicaranya sangat mengganggu dan benar-benar menusuk hati saya. Untuk beberapa detik saya terdiam dan kemudian menjawab,

"Baru kok, Bu.." sambil berusaha menahan air yang mulai menggenangi mata saya. Beliau berlalu tanpa beban sambil terus tersenyum sinis..

Gak ada lain yang bisa saya ucapkan dalam hati kecuali doa, berharap Allah menenangkan hati saya dan memasukkan kembali air yang menggenang di mata saya. Tapi terlambat, air itu sudah keluar dan tinggal saya yang sibuk dan bingung bagaimana menghapusnya karena ibu sudah terlihat di kejauhan.

Akhirnya saya berhasil menghapusnya, tanpa tau apakah ada yang memergoki saya atau tidak saat menghapus air itu.

Saya pulang dengan hati yang masih teriris-iris. Kenapa setega itu.. Setiap orang diberi sesuatu yang tidak sama waktunya.. Beliau boleh mendapatkannya lebih cepat dari saya, tapi apa itu berarti beliau lebih baik?? Tidak sama sekali.. Sikap beliaulah yang membuat beliau lebih baik atau tidak..

Dalam hati saya hanya berusaha berfikir, apa beliau tidak ingat beliau juga punya anak wanita seperti saya. Yang juga punya hati, yang juga bisa sakit. Mungkin beliau tidak sadar dan tidak berusaha menempatkan diri beliau seandainya anak beliau diperlakukan seperti itu..

Kami, orang-orang yang terlambat, menurut kalian, tidak butuh cercaan, dan sindiran.. Kami butuh dukungan, dorongan.. Kami butuh empati kalian.. Jika kalian memang peduli..

Cerita ini saya simpan beberapa hari dalam doa-doa saya sampai akhirnya saya ceritakan pada suami dan dia meminta saya bersabar.. Ya, memang cuma itu jalannya.. Walau sungguh susah..

Hari-hari berikutnya saya hanya bisa diam dan tidak menoleh ketika berpapasan dengan beliau, karena rasanya memang masih sakit dan saya pikir daripada saya melihat dan memori itu kembali saya lebih baik menghindar.. Dan berdoa.. Semoga hatinya terbuka bahwa menyakiti orang itu tidak baik..

Lama kemudian setelah saya mulai bisa berkompromi dengan hal itu, beliau muncul dengan berita bahwa anak wanita beliau hamil.. Saya bilang pada diri saya, "Alhamdulillah, tapi tolong jangan ganggu saya lagi"

Awalnya saya tidak tahu kabar itu dari siapapun, saat saya dan ibu sedang mengobrol dengan pedagang yang juga nenek jauh saya beliau tiba-tiba datang dan menanyakan hal yang sama,

"Ini sudah isi belum?" kali ini dengan tambahan, "Masa kalah sama ***, dia sudah tiga bulan", saya lupa pastinya, tapi kira-kira seusia itulah kandungan anak wanitanya saat itu. Seperti menancapkan duri lagi, tapi kali ini saya tidak begitu ambil pusing. Saya hanya senyum dan diam. Rasa dongkol itu memang balik lagi tapi.. Sabar.. Sabar.. #inhaleexhale

Rasanya dia mengerti saya dongkol, saya sedih, saya marah, bahkan saat pertama dia mengucapkan itu minggu-minggu sebelumnya.. Tapi kok ya diulang lagi itu lho.. Gak kasihan ya, Bu, sama saya.. #Sabar

Okay, semuanya berlalu sampai akhirnya saya benar-benar bisa menghapus semuanya. Ya.. Gak menghapus tapi memasukkannya dalam peti memori dan berusaha melupakannya dengan tulus dan sadar..

Hampir setiap saya melintas tempat beliau berjualan saya tersenyum pada beliau. Beliau berkata tentang kehamilan anaknya, saya tersenyum. Beliau berusaha mencairkan suasana, saya menghargai itu. Sangat menghargai sampai akhirnya saya mengikhlaskan rasa sakit saya hilang. Benar-benar hilang. Saya yakin beliau sangat bangga dengan kehamilan anak wanitanya ini walau bukan cucu pertamanya.

Sampai pada siang itu saya mendengar kabar bahwa calon cucu beliau meninggal dalam kandungan ibunya, sudah sekitar tiga hari saat itu.. Innalillahi wa innaillahi rojiuun.. Hati saya sedih.. Demi Allah sediiih sekali mendengarnya. Ada perasaan empati yang tinggi sampai saya hampir meneteskan air mata.

Kepala saya berputar pada kejadia-kejadian yang lalu, interaksi saya dengan beliau.. Ada terselip pertanyaan dalam hati saya, apa ini jawaban Allah atas doa saya? Saya tidak berdoa macam-macam, hanya berharap beliau dibukakan mata dan hatinya.. Bahwa saya sakit betul ketika beliau menyindir, berseringai, dan bersikap sinis terhadap saya. Hanya itu.. Tapi entahlah.. Apakah ini juga salah saya??

Mungkin ini memang sudah jalan Allah, untuk beliau, anak beliau, calon cucu beliau, dan saya. Entahlah, tidak ada yang tau. Ini bukan karena doa saya, bukan karena sikap sinis beliau, dan bukan karena siapa-siapa.. Ini terjadi karena memang begitulah kehendak Allah.. Agar beliau, saya dan siapapun yang tau cerita ini belajar..

Saya belajar untuk lebih menahan diri, untuk lebih akhirat oriented -walau kadang tidak disiplin-, untuk lebih sabar, untuk lebih memasrahkan semuanya kepada pemilik dunia, Allah S.W.T.

No comments:

Post a Comment