Wednesday, 18 March 2020

Parasite: Film Satir Bergenre Bong Joon-ho

~Artikel ini dibuat untuk tugas menulis di Kelas Menulis Online Alineaku - Kelas Writer~

Belum lama ini sebuah film buatan Korea Selatan berjudul Parasite, masuk menjadi salah satu pemenang Academy Award 2020 untuk empat kategori yakni film terbaik, sutradara terbaik, skenario asli terbaik dan film internasional terbaik. Film ini menjadi catatan sejarah karena untuk pertama kalinya sebuah film berbahasa non-inggris berhasil memenangkan kategori film terbaik.


Film ini saya tonton beberapa minggu sebelum dinobatkan menjadi pemenang di Academy Award, saat itu saya sedang mencari-cari film maupun drama Korea yang pernah dimainkan oleh Lee Sun-Kyun, salah seorang aktor yang saya sukai aktingnya --terutama akting dan perannya di drama My Ahjussi. Saya tertarik menonton film Parasite karena di beberapa artikel yang saya baca saat itu, film ini mendapat banyak kritikan positif juga banyak penghargaan dari berbagai festival film.


Film ini bercerita tentang kehidupan keluarga miskin yang tinggal di basement tak layak huni, dengan empat anggota keluarga yang terdiri dari dua orang tua dan dua orang anak, lelaki dan perempuan. Mereka adalah Kim Ki-taek sang ayah, Choong Sook sang ibu, Ki-jung sang anak perempuan dan Ki-woo sang anak lelaki. Anak-anak ini termasuk anak yang cerdas meski sedikit licik --saya menyebutnya berakal bulus, karena mungkin keadaan yang memaksa mereka melakukan kelicikan.


Semua dimulai dari seorang teman dari Ki-woo yang menawarkan pekerjaan sebagai guru privat untuk Park Da-hye, anak perempuan di rumah keluarga Tuan Park, mengantikan dirinya karena ia akan belajar ke luar negeri. Ia juga memberikan sebuah batu, yang ia katakan mampu mendatangkan keberuntungan.

Yang menarik buat saya di scene ini sang ibu berkata, "Dibandingkan batu, kita lebih membutuhkan uang atau makanan. Kenapa dia tidak memberikan itu saja." Begitu kira-kira ucapan sang ibu, dan menurut saya bagi warga kelas bawah seperti keluarga Ki-taek, uang dan makanan memang lebih berharga dari sekedar batu, meski namanya batu keberuntungan.

Oh, ya, saking miskinnya mereka, bahkan wifi-pun ikut tetangga yang tinggal di atas rumah mereka. Gambaran yang memang terjadi di lingkungan kita sehari-hari. Rumah mereka bahkan digambarkan sering terendam banjir karena memang jendela rumah itu tepat berada sedikit saja di atas jalan, bahkan saat fogging, rumah tersebut pun penuh asap.

Oke, kembali ke peluang menjadi guru privat. Hal ini membawa Ki-woo menarik Ki-jung bekerja di tempat yang sama, sebab Da-song, adik dari Da-hye ternyata membutuhkan seseorang untuk mengajar. Mereka (Ki-woo dan Ki-jung) tak pernah mengaku saling berhubungan darah --saudara kandung pun orang tua, mereka hanya mengatakan anggota keluarga mereka sebagai sepupu jauh atau hanya sekedar kenalan. Mereka bahkan mengganti nama mereka --saya lupa siapa nama lain mereka.

Dari rekomendasi Ki-jung dipekerjakan lah sang ayah sebagai supir keluarga Tuan Park karena kelicikan Ki-jung memaksa supir lama keluarga tersebut keluar. Tersisa sang ibu yang tak bekerja, dan kebetulan keluarga tersebut memiliki seorang asisten rumah tangga (ART) yang sudah lama bekerja di sana. Akhirnya mereka berusaha menyingkirkan ART lama tersebut, dan bekerjalah sang ibu di rumah yang sama.

Mantan ART ini ternyata sudah bekerja sangat lama bahkan pada pemilik rumah sebelumnya, yang membangun rumah tersebut. Wanita ini menyembunyikan seseorang di ruang bawah tanah (bunker), yang bahkan keluarga Tuan Park tidak tahu ada ruang di bawah tanah di rumahnya.

Suatu hari keluarga Tuan Park berencana pergi berkemah, merayakan ulang tahun Da-song dan momen itu dimanfaatkan keluarga Ki-taek untuk bersenang-senang di rumah tersebut, sampai akhirnya sang mantan ART datang untuk meminta ijin pada Choong Sook untuk tetap tinggal di bunker karena suaminya di sana. Ya, seseorang yang ia sembunyikan di bunker adalah suaminya.

Lelaki tersebut begitu mengagumi Tuan Park karena baik dan tak terlalu mempermasalahkan istrinya mengambil jatah makan hingga dua kali lipat (untuk makan mereka berdua). Ia menggunakan lampu di atas tangga untuk mengucapkan rasa terima kasihnya pada Tuan Park menggunakan sandi Morse. Da-song yang merupakan anak Pramuka berusaha mempelajari dan menerjemahkan sandi tersebut.

Terkejut mengetahui ada seseorang yang disembunyikan dalam bunker, anggota keluarga yang lain terjatuh dari anak tangga menuju bunker --ketika itu mereka sedang menguping. Dari sini mantan ART tersebut tahu bahwa mereka berempat bersekongkol dan saling terhubung sebagai keluarga karena tak sengaja menyebut Choong Sook dengan sebutan ibu.

Di sini terjadi perkelahian antara mereka. Keluarga Ki-taek berhasil membuat suami ART lama terikat di sebuah tiang dan ART lama bersimbah darah dan pingsan karena hantaman benda keras di kepalanya, sehingga mereka berdua tetap berada di dalam bunker.

Karena kondisi cuaca yang tak memungkinkan keluarga Tuan Park tak jadi berkemah, dengan susah payah keluarga Ki-taek membersihkan rumah dengan cepat. Belum sempat Ki-taek, Ki-jung dan Ki-woo bersembunyi keluarga Tuan Park tiba, akhirnya Ki-taek dan Ki-jung bersembunyi di bawah meja sedang Ki-woo di bawah tempat tidur Da-hye.

Saat itulah mereka  mendengar ucapan Tuan Park yang menyakitkan hati, meski sebenarnya itu terdengar lucu di telinga saya. Peran Lee Sun-Kyun --Tuan Park tak banyak tapi cukup membuat pengaruh karena ucapannya yang membuat hati Ki-taek sakit tentang aroma tubuh orang-orang miskin. "Ia (Ki-taek) tak pernah bertingkah melampaui batas, hanya saja aroma tubuh mereka yang melampaui batas." Begitu kira-kira ucapan Tuan Park yang membuat Ki-taek sakit hati.

Keluarga Tuan Park berencana mengadakan pesta ulang tahun keesokan harinya, Ki-taek diminta berperan sebagai Indian bersama dengan Tuan Park. Saat Ki-jung membawakan kue ulang tahun mereka berdua akan berusaha seolah-olah hendak menculik gadis itu, tapi yang terjadi adalah petaka saat suami mantan ART tiba-tiba keluar dari bunker setelah ikatan di tubuhnya berusaha ia lepaskan.

Ki-woo adalah orang yang pertama kali ia temukan, dengan geram lelaki tersebut memukul keras kepala Ki-woo berkali-kali dengan batu antik yang diberikan padanya di awal cerita. Sungguh awalnya saya tak paham kenapa batu yang dikatakan Ki-taek sebagai batu metaphoric itu muncul di rumah Tuan Park padahal seingat saya batu itu tak pernah mereka bawa ke rumah beliau. Mungkin saya yang tak memperhatikan beberapa scene.

Namun setelah menonton video essay dari Aby Kusdinar dalam channel YouTube-nya #SumatranBigFoot beberapa saat sebelum menulis ini, saya baru sadar kalau batu itu hanya simbol bahwa sesuatu yang dikatakan membawa keberuntungan bagi kita bisa jadi sesuatu yang menghantam kita bertubi-tubi di akhir. Jika kalian mengunjungi channel-nya kalian akan dapat bahasan lengkapnya.

Kita kembali ke jalan cerita. Setelah menghantam kepala Ki-woo bertubi-tubi --tak sampai mati, ia lalu mengambil pisau di dapur dan berjalan menuju keramaian acara ulang tahun di halaman belakang. Tak ada yang menyadari kehadirannya. Saat melihat Ki-jung membawa kue ulang tahun ia melemparkan pisau yang ia bawa dan menancap tepat di dada kiri gadis itu.

Melihat putrinya tersungkur Ki-taek berusaha menghampiri. Saya sedikit lupa siapa yang kemudian datang dan membunuh suami mantan ART dengan menancapkan kapak di tubuh lelaki itu. Yang jelas suami mantan ART tersebut juga tersungkur.

Da-song pingsan melihat semua kejadian itu dan Tuan Park berusaha menolong. Ia meminta kunci mobil pada Ki-taek untuk membawa anaknya ke rumah sakit. Ki-taek melemparnya dan mendarat tepat di tubuh suami ART lama. Mencoba mengambilnya, Tuan Park menutup hidungnya karena aroma tubuh yang tak sedapnya dari lelaki itu.

Marah dan emosi mengetahui Tuan Park menunjukkan gestur menutup hidung seolah aroma bawah tanah --orang miskin, yang dimiliki suami mantan ART adalah hal yang salah sedang ia tahu lelaki tersebut begitu mengagumi Tuan Park, ia kemudian mendekat, dan menghujam tubuh Tuan Park dengan kapak/pisau --saya lupa, hingga Tuan Park tersungkur. Begitulah, ia kemudian berlari dan menghilang.

Tahun berselang Ki-woo dan ibunya, Choong Sook, kembali ke kehidupan mereka semula, di bawah tanah. Benturan bertubi-tubi di kepala membuat Ki-woo kehilangan akalnya beberapa lama, sampai akhirnya ia kembali normal dan mencari tahu di mana ayahnya.

Ia melihat rumah keluarga Tuan Park dari kejauhan, yang kini sudah ditinggali keluarga lain. Mengamati lampu rumah yang berkedip-kedip seperti sandi Morse lalu mengetahui bahwa ayahnya berada di bunker rumah itu, bunker yang dulu jadi persembunyian suami mantan ART keluarga Tuan Park.

Ia menulis catatan bahwa ia akan membawa ayahnya pulang, mengeluarkan, bahkan membeli rumah itu sekaligus, meski ia sendiri tak tahu kapan itu akan terjadi.

Buat saya film ini bukan film yang bisa membekas dalam hati dengan cepat ketika kalian menonton untuk pertama kalinya, karena penonton tak kritis seperti saya akan merasakan kebingungan tentang kemana arah film ini sebenarnya.

Genrenya tertulis thriller dan komedi tapi buat saya tidak terlalu membuatnya menjadi genre thriller bahkan komedi. Ada bagian yang memang thrilling dan ada bagian yang lucu, tapi tak terlalu. Sampai akhirnya saya memutus untuk menonton lagi dan membaca beberapa review, dan menemukan makna metaphoric (seperti nama batu di awal cerita) dari film ini. Dan film ini benar-benar luar biasa dan penuh makna bagi saya.

"A comedy without clowns, a tragedy without villains," kata Bong Joon-ho, sang sutradara. Sebuah film satir dengan genre Bong Joon-ho.

No comments:

Post a Comment