Assalamu'alaikum ....
Sejujurnya saya panik, tapi nggak panik-panik amat, but still ... panic .... Aaah ... entahlah .... Setelah Senin dini hari dapat kabar bahwa tetangga lama yang sudah seperti saudara, meninggal karena Covid-19 >> [Saya ralat info ini karena sampai sekarang belum terkonfirmasi bahwa beliau positif Covid-19], kemarin dapat berita ada orang meninggal di sekitar rumah yang masih satu RW. Bisa kebayang gimana dekatnya lokasi itu dan gimana paniknya. Baiknya saya ceritakan satu-persatu agar tidak bias. Inhale ... exhale ....
Senin dini hari sekitar pukul 02.00 saya dapat telepon dari Ibu. Sambil berurai air mata beliau mengatakan bahwa tetangga kami --sahabat Ibu saya-- di Kota Sidoarjo, tutup usia.
Keluarga kami saling bertetangga lama di sana, sekitar enam tahun. Sampai sekitar akhir Maret atau awal April kemarin beliau masih berkomunikasi dengan Ibu via telepon. Beliau sering berkunjung ke Malang, pun sebaliknya dengan kami. Bisa kalian bayangkan sedekat apa keluarga kami.
Kembali ke Senin dini hari. Saya yang baru saja bangun dari tidur lelap, kaget bukan main mendengar berita itu. Ketika Ibu mengajak berangkat ke Sidoarjo saat itu juga, saya masih bingung, jantung saya berdegup cukup kencang kala itu. Sampai akhirnya Ibu meminta saya ikut saja dan spontan saya mengiyakan.
Berusaha mengatur napas, akhirnya saya memilih sholat. Sehabis sholat dan bersiap-siap, saya kembali mendapat telepon dari Ibu. Beliau mengatakan bahwa anak sahabat Ibu, meminta Ibu untuk tidak takziah ke Sidoarjo karena ada karantina wilayah. Merasa tak enak jika tidak melayat, Ibu menelepon kawannya yang lain, yang biasanya bersama-sama ke Malang dengan sahabat Ibu tersebut.
Kepala saya sudah mulai pening saat itu, hingga hanya bisa berucap, "Ya, Allah ...," tiap Kali teringat sahabat Ibu itu. Lalu Rabu pagi, saat masih gelap, ada informasi kematian dari masjid terdekat. Saya pikir ini keadaan biasa, karena memang yang meninggal sudah tua. Namun siangnya, tiba-tiba ada penyemprotan disinfektan di sekitar kampung.
Ternyata siangnya beredar informasi bahwa beliau meninggal karena Coronavirus. Jasadnya langsung di bawa dari Rumah Sakit ke pemakaman. Beredar juga foto-foto pemakaman yang dilakukan petugas dengan APD.
Kepala saya benar-benar pening, jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Tukang sayur yang biasanya jadi langganan saya, mangkalnya di depan gang tempat tinggal orang tersebut. Orang tersebut juga sempat ke pasar, mengirimkan jajanan yang ia buat untuk dijual. Ah, makin panik diri ini.
Pasar adalah tempat yang harus kami kunjungi untuk berbelanja, kalau ndak ke pasar terus mau masak apa? Itu tempat terdekat dan terlengkap yang bisa kami kunjungi, tempat lain? Bukankah resikonya lebih besar sebab kami buta peta Covid-19 di luar sana. Hadeh, mana periode datang di saat yang tidak tepat lagi. Jadi tambah klop, panik plus pe-em-es.
Mikir ngalor-ngidul, kemudian saya ingat bahwa seseorang yang meninggal karena wabah termasuk mati syahid. InsyaAllah begitu adanya dengan beliau berdua. Aamiin.
Namun, bagaimana dengan kepanikan ini?
Tiba-tiba saja seseorang mengirimkan video tentang cerita orang yang sembuh dari Covid-19 setelah proses karantina di Rumah Sakit selama 14 hari. Ia mendedikasikan dua minggu masa penyembuhannya untuk mengkhatamkan membaca Al-Qur'an, ia percaya ayat-ayat Al-Qur'an adalah penyembuh segala penyakit.
Akhirnya diingatkan kembali pada niat diri mengkhatamkan membaca Al-Qur'an selama bulan Ramadhan. Kegiatan ini pasti akan mengalihkan pikiran saya sepenuhnya dari Covid-19 yang membuat panik, kepada kebesaran Allah yang lebih besar dari sekedar Coronavirus. Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... Allahu Akbar ....
Eh, besok udah Ramadhan, ya? Sekalian aja, deh, mau ngucapin selamat memasuki bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Semoga kita semua dimudahkan dalam menjalani Ramadhan di masa wabah ini, dan semoga kita bisa melewati pandemi ini dalam keadaan sehat wal'afiat ....
Aamiin ... Aamiin ... Allahumma aamiin ....
No comments:
Post a Comment